[TUGAS PENGANTAR ORGANISASI UMUM 1] KONFLIK DAN MOTIVASI
Standar
A. Dinamika Konflik
Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Suatu pemahaman akan konsep dan dinamika konflik telah menjadi bagian vital dalam studi perilaku organisasional, oleh karena itu perlu untuk dipahami dengan baik.
Pada hakikatnya, konflik merupakan suatu pertarungan menang atau kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingan satu sama lain dalam organisasi, atau dapat dikatakan juga bahwa konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak yang terkait.
Adapun mengenai jenis-jenis konflik, ada beberapa orang yang mengelompokan konflik menjadi sebagai berikut :
Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (person role conflict).
Konflik antar peranan (inter-role conflict), yaitu persoalan yang timbul akibat seseorang yang menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan.
Konflik yang timbul karena seserorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender conflict)
Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender conflict).
Selain pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yaitu:
Konflik dalam diri individu
Konflik antar individu
Konflik antar individu dan kelompok
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama.
Konflik antar organisasi.
Konflik organisasional timbul karena ada beberapa sumbernya, dan berbagai sumber utama konflik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas
Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan
Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja
Perbedaan nilai-nilai atau persepsi
Kemendungan organisasional
Gaya-gaya individual
Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik. Secara lebih konsepsual Litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional, antara lain:
Suatu situasi di mana tujuan-tujuan tidak sesuai
Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai
Suatu masalah ketidak tepatan status
Perbedaan persepsi
Di dalam suatu organisasi terdapat empat bidang struktural, dan di bidang itulah konflik sering terjadi, yaitu:
Komflik hiarkis, adalah konflik antara berbagai tingkatan organisasi
Konflik fungsional, adalah konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi
Konflik lini-staf, adalah konflik antara lini dan staf
Konflik formal informal, adalah konflik antara organisasi formal dengan organisasi informal
Secara tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan yaitu:
Konflik dapat dihindarkan
Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau dan primadona
Bentuk-bentuk wewenang legalistik
Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakkan.
Apabila keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antara anggota organisasi itu makin parah sehingga konsensus sulit dicapai, sehingga konflik tak terelakkan, dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai tindakan tetapi harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu:
Menggunakan kekuasaan
Kronfontasi
Kompromi
Menghaluskan situasi
Pengunduran diri
Bila dilihat sekilas memang sepertinya konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan diselesaikan, tetapi dalam hal ini jangan beranggapan bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut telah gagal, karena bagaimanapun sulitnya suatu konflik pasti dapat diselesaikan oleh para anggota dengan persoalan serta mendudukannya pada proporsi yang wajar.
B. Teori Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Jadi motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi merupakan hal yang dapat dismpulkan adanya karena suatu perilaku yang tampak. Motivasi merupakan masalah yang kompleks dalam organisasi karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda-beda dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula.
Motivasi dapat ditimbulkan baik oleh faktor internal maupun eksternal tergantung dari mana suatu kegiatan dimulai.
Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internal. Begitu juga dalam suatu organisasi, setiap individu akan mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berbeda dan unik. Penggolongan motivasi internal yang dapat diterima secara umum belum mendapat kesepakatan para ahli, namun demikian para psikolog menyetujui bahwa motivasi internal dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
Motivasi fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah (biologis) seperti lapar, haus, seks.
Motivasi psikologis, yang dapat dikelompokan dalam tiga kategori dasar, yaitu:
Motivasi kasih sayang (affectional motivation), yaitu motivasi untuk menciptakan dan memelihara kehangatan, keharmonisan, dan lain-lain.
Motivasi mempertahankan diri (ego-defensive motivation), yaitu motivasi untuk melindungi kepribadian dan mendapatkan kebanggaan diri
Motivasi memperkuat diri (ego-bolstering motivation), yaitu motivasi untuk mengembangkan kepribadian, berprestasi, dan lain-lain.
Teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatan-kekuaan yang ada di dalam individu yang dipengaruhi faktor-faktor intern. Untuk itu, teori motivasi eksternal tidak mengabaikan teori motivasi internal, tetapi justru mengembangkannya. Teori motivasi eksternal ada yang positif dan pula yang negatif. Dlam hal ini ada sebuah teori dari mc Gregor yang dikenal dengan tori X dan teori Y, yang akan membantu menjelaskan teori motivasi eksternal.
Teori tradisional mengenai kehidupan organisasi banyak diarahkan dan dikendalikan oleh teori X. Adapun anggapan-anggapan yang mendasari teori tersebut adalah:
Rata-rata para pekerja itu malas, tidak suka bekerja
Karena pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa, dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi
Rata-rata para pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung jawab, ambisi yang kecil, dan lain-lain.
Tetapi pada kenyataannya teori X tidak dapat menjawab seluruh fakta yang ada dan terjadi di dalam organisasi. Oleh karena itu perlu ada teori yang lain yang mungkin dapat menjawabnya, yaitu teori Y, anggapan-anggapan dari teori Y antara lain sebagai berikut:
Usaha fisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah kodrat manusia, sama halnya dengan bermain atau beristirahat
Rata-rata manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak tidak hanya menerima tetapi mencari tanggung jawab
Ada kemampuan yang besar dalam kecerdikan, kreativititas dan daya imajinasi untuk memecahkan masalah-maslah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan
Pengendalian ekstern dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan tersebut
Keterikatan pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena prestasinya
Organisasi seharusnya memberikan kemungkian orang untuk mewujudkan potensinya, dan tidak hanya digunakan sebagian.
Motivasi dapat dipandang sebagai prose psikologis dasar yang terdiri atas berbagai kebutuhan, dorongan dan tujuan. Pendekatan hubungan manusiawi pada umumnya tidak menyadari pentingnya proses psikologis tersebut. Pandangan itu terutama didasarkan atas tiga asumsi sebagai berikut:
Personalia terutama dimotivasi secara ekonomis dan perasaan aman serta kondisi kerja yang baik
Pemenuhan ketiga hal itu akan mempunyai pengaruh positif pada semangat kerja mereka
Ada korelasi positif antara semangat kerja dan produktivitas
Dengan ketiga asumsi tersebut, diharapkan masalah motivasional yang dihadapi manajemen relatif mudah dipecahkan dan diselesaikan.
Dalam kenyataanya pendekatan hubungan manusiawi tidak sepenuhnya berjalan dalam praktek, telah terbukti bahwa pendekatan ini terlalu sederhana dalam memecahkan masalah-masalah motivasional kompleks yang dihadapi manajemen. Sejalan dengan perkembangan masalah-masalah manusiawi yang mulai meningkat, keterbatasan-keterbatasan pendekatan hubungan manusiawi mulai tampak.
Pada tahun 1943 telah terjadi suatu pengembangan teori motivasi manusia yang sangat terkenal yang dilakukan oleh Abraham Maslow seorang psikolog. Konsep teorinya menjelaskan suatu hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) yang menunjukan adanya lima lingkaran keinginan dan kebutuhan manusia. Secara lebih terinci kelima kebutuhan manusia yang membentuk hirarki kebutuhan adalah:
Kebutuhan fisiologis (phisiological needs) seperti lapar, haus, perumahan, dan lain-lain.
Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan atau pun pemecatan
Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, rasa persahabatan dan kasih sayang
Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi
Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan pemenuhan diri, untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri dan melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaan sendiri.
Selain teori motivasi di atas masih ada teori motivasi yang lain antara lain teori motivasi prestasi (achievement motivation) yang didasarkan pada kekuatan yang ada di dalam manusia, teori ini dikembangan oleh Mc Clelland melalui riset empiris. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dianggap mempunyai motivasi prestasi yang tinggi, apabila dia mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik daripada yang lain dalam banyak situasi. Mc Clelland memusatkan perhatiannya pada tiga kebutuhan manusiawi, yaitu:
Kebutuhan prestasi (need for achievement)
Kebutuhan afiliasi (need for affiliation)
Kebutuhan kekuasan (need for power)
C. Contoh Kasus
Contoh yang tepat diberikan sebagai konflik dalam organisasi dapat dilihat dari konflik yang tak henti-hentinya mendera Partai Demokrat. Partai pemenang Pemilu 2009 ini pada awalnya memegang teguh prinsip anti erhadap korupsi. Namun, lambat laun satu persatu kader partainya tersandung kasus korupsi. Ini sudah menjadi salah satu contoh konflik antara individu dengan kelompok organisasi. Disaat partai lain sibuk membangun kekuatan internal untuk meraup suara dan meraih posisi tertinggi, Demokrat justru tak jemu menciptakan konflik berkepanjangan. Entah teori manajemen konflik seperti apa yang sedang dijalankan partai ini. Yang pasti, konflik ini justru menghilangkan simpati para pemilih. Ada empat poin konflik yang ditulis oleh Muhammad Risky Hamzar, antara lain:
Ketika SBY meminta menteri untuk sibuk mengurusi politik, Jero Wacik malah menabrak instruksi itu dengan komentarnya terhadap kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum
Saat SBY meminta Partai politik untuk mengurangi kegaduhan politik, Partainya justru terpecah belah, sehingga membuat Presiden SBY terpaksa merangkap jabatannya dan mengambil alih jalannya Partai
SBY pun dihadapkan pada dua pilihan, memecat Anas Urbaningrum atau mempertahankannya, dengan resiko yang sama besarnya, sehingga kosentrasi dalam mengurus negara terpecah belah
SBY sebagai panglima anti korupsi harus membuka mata, bahwa namanya saat ini dikotori oleh orang-orang yang beliau percaya. Sangat ironis ketika orang-orang dekat Presiden justru tersandung kasus korupsi
Dengan segala konflik tersebut, Partai Demokrat harus terus bertahan dengan motivasi-motivasi yang membangun kekuatan antar kader partai untuk memenuhi kebutuhan prestasi, kebutuhan afiliasi, kebutuhan kekuasan seperti yang dikemukakan oleh Mc Clelland.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar